Senin, 14 Desember 2015

Tamparan



                       
Sore ini, aku mendapatkan tamparan yang membuatku sadar. Bagiku, itu adalah tamparan keras, memang, hanya ‘tamparanlah’ yang akan membuat kita sadar dari apa yang kita pikirkan, bukan dengan nasehat atau kata-kata bijak. 

“kamu mau masuk kelas?” Tanya temanku ketika kaki ini mulai melangkah keluar. Sepertinya ia agak kecewa jika aku masuk kelas sore ini. Karna beberapa menit yang lalu, kami memang sepakat tidak akan masuk kelas :P

“enggak” jawabku

“eh, tapi gak apa-apa ketang  kalo mau masuk juga, nanti tolong ambilin soal UAS di Pak Faris yaa..”

“enggak, gak akan masuk” ucapku meyakinkan. Memang, sore ini dosen belum tentu masuk. “udah muak dengan kelas”, lanjutku lagi.

Temanku itu masih ada dibalik pintu dengan hanya melongokan kepalanya saja keluar. “Subhanallah, selamat..!!” serunya sambil tertawa kecil penuh arti.

Selamat?! Pikirku. “selamat? Kenapa selamat?” 

“iya, selamat, anda tidak mau menjadi pembelajar seumur hidup”

PLAK..!! itulah yang kusebut tamparan. “astaghfirullah” ucapku tak henti sampai ketika aku menulis tulisan ini. 

Akhir-akhir ini memang aku kehilangan semangat untuk masuk kelas, karna hawa nafsuku sendiri. Maka sudah 2 hari aku tidak masuk kelas. Aku sendiri tahu, menuntut ilmu itu wajib. 

anda tidak mau menjadi pembelajar seumur hidu. Ya, jika aku sudah muak dengan kelas, maka aku sudah tidak mau menjadi pembelajar seumur hidup. Aku tersadar dengan kata-kata yang dilontarkan oleh temanku itu, dan aku bersyukur Allah telah mengngatkanku lewat ucapan temanku sendiri. 

Memang, belajar bisa dilakukan dimanapun, tidak harus di ruang kelas dan ditemani dosen atau guru, ilmu juga bisa didapatkan dari mana saja. Bahkan, saat ini hanya tinggal kemauan dan kesungguhan saja dalam mencari ilmu karna kecanggihan teknologi sudah memfasilitasinya. 

Namun, aku juga tidak boleh meninggalkan kelas, terlebih kuliah (baca: menuntut ilmu) bukan hanya sebuah kewajiban, tapi juga amanah dari kedua orang tua. Selain itu, dosen-dosen yang mengajarnyapun dosen-dosen yang luar biasa dari segi keilmuannya.  Maka nikmat apalagi yang aku dustakan?

Akibat tamparan itu jadi ingat mahfudzhat  yang pernah aku dapatkan ketika belajar di Kampung Kemenangan:
مَنْ لَمْ يَذُقْ ذُلَّ التَعَلُّمِ سَاعَةً
تَجَرَّعَ ذُلَّ الجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِه


وَمَنْ فَاتَهُ التَعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ
فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ

حَيَاةُ الفَتَى وَاللهِ بِالعِلْمِ وَالتُقَى
إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لاَ اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ

Barang siapa yang tidak pernah merasakan susahnya belajar
Maka ia akan merasakan susahnya menjadi orang bodoh sepanjang hidupnya.

Barang siapa yang tidak pernah merasakan susahnya belajar hingga ia dewasa,
Maka bertakbirlah empat kali atas kewafatannya.

Sungguh betapa hidup seseorang itu hendaklah dengan ilmu dan taqwa
Dan jika tanpa keduanya maka hidup seseorang itu tiada arti.

Alhamdulillah, aku bersyukur telah ditamparNya lewat perkataan temanku, ya, terima kasih juga teman :)


Senin, 14 Desember 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar