Sore ini, aku mendapatkan tamparan
yang membuatku sadar. Bagiku, itu adalah tamparan keras, memang, hanya ‘tamparanlah’
yang akan membuat kita sadar dari apa yang kita pikirkan, bukan dengan nasehat
atau kata-kata bijak.
“kamu mau masuk kelas?” Tanya temanku
ketika kaki ini mulai melangkah keluar. Sepertinya ia agak kecewa jika aku
masuk kelas sore ini. Karna beberapa menit yang lalu, kami memang sepakat tidak
akan masuk kelas :P
“enggak” jawabku
“eh, tapi gak apa-apa ketang kalo mau masuk juga, nanti tolong ambilin
soal UAS di Pak Faris yaa..”
“enggak, gak akan masuk” ucapku
meyakinkan. Memang, sore ini dosen belum tentu masuk. “udah muak dengan kelas”,
lanjutku lagi.
Temanku itu masih ada dibalik pintu
dengan hanya melongokan kepalanya saja keluar. “Subhanallah, selamat..!!”
serunya sambil tertawa kecil penuh arti.
Selamat?! Pikirku.
“selamat? Kenapa selamat?”
“iya, selamat, anda tidak mau
menjadi pembelajar seumur hidup”
PLAK..!! itulah yang kusebut
tamparan. “astaghfirullah” ucapku tak henti sampai ketika aku menulis tulisan
ini.
Akhir-akhir ini memang aku
kehilangan semangat untuk masuk kelas, karna hawa nafsuku sendiri. Maka sudah 2
hari aku tidak masuk kelas. Aku sendiri tahu, menuntut ilmu itu wajib.
anda tidak mau menjadi
pembelajar seumur hidu. Ya, jika aku sudah
muak dengan kelas, maka aku sudah tidak mau menjadi pembelajar seumur hidup. Aku
tersadar dengan kata-kata yang dilontarkan oleh temanku itu, dan aku bersyukur
Allah telah mengngatkanku lewat ucapan temanku sendiri.
Memang, belajar bisa dilakukan
dimanapun, tidak harus di ruang kelas dan ditemani dosen atau guru, ilmu juga
bisa didapatkan dari mana saja. Bahkan, saat ini hanya tinggal kemauan dan
kesungguhan saja dalam mencari ilmu karna kecanggihan teknologi sudah memfasilitasinya.
Namun, aku juga tidak boleh meninggalkan kelas, terlebih kuliah (baca: menuntut
ilmu) bukan hanya sebuah kewajiban, tapi juga amanah dari kedua orang tua. Selain
itu, dosen-dosen yang mengajarnyapun dosen-dosen yang luar biasa dari segi
keilmuannya. Maka nikmat apalagi yang
aku dustakan?
Akibat tamparan itu jadi ingat mahfudzhat
yang pernah aku dapatkan ketika belajar
di Kampung Kemenangan:
مَنْ
لَمْ يَذُقْ ذُلَّ التَعَلُّمِ سَاعَةً
تَجَرَّعَ ذُلَّ الجَهْلِ
طُوْلَ حَيَاتِه
وَمَنْ
فَاتَهُ التَعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ
فَكَبِّرْ عَلَيْهِ
أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ
حَيَاةُ
الفَتَى وَاللهِ بِالعِلْمِ وَالتُقَى
إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لاَ
اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ
Barang
siapa yang tidak pernah merasakan susahnya belajar
Maka ia akan merasakan susahnya menjadi orang bodoh sepanjang hidupnya.
Maka ia akan merasakan susahnya menjadi orang bodoh sepanjang hidupnya.
Barang
siapa yang tidak pernah merasakan susahnya belajar hingga ia dewasa,
Maka bertakbirlah empat kali atas kewafatannya.
Maka bertakbirlah empat kali atas kewafatannya.
Sungguh
betapa hidup seseorang itu hendaklah dengan ilmu dan taqwa
Dan jika tanpa keduanya maka hidup seseorang itu tiada arti.
Dan jika tanpa keduanya maka hidup seseorang itu tiada arti.
Alhamdulillah, aku bersyukur telah
ditamparNya lewat perkataan temanku, ya, terima kasih juga teman :)
Senin,
14 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar