![]() |
sumber gambar: google |
sore itu......
“Aa, itu ada mobil”“A, ada motor”
Adikku dengan sabar memberi
aba-aba untuk memutar stir ke kanan, menyeimbangkannya, memperlambat maju atau
menginjak rem. Memeng ini pertama kali aku belajar mengendarai roda empat.
Sehingga butuh pengarahan yang banyak dan super sabar, terlebih aku termasuk
orang yang lambat dalam mempelajari hal-hal yang baru J.
Mobil yang ku kendarai
akhirnya bisa berjalan dengan seimbang meski tak lebih dari tiga menit :D. Kali
ini kami memasuki perempatan dan tidak ada lampu merah karna ini bukan jalan
raya. Desikitnya aku sudah mulai tahu beberapa fungsi dari bagian mobil yang
harus dioprasikan ketika mengendarainya, sebelumnya juga si adik sudah
memberikan arahan yang berulang kali untuk mengoprasikannya dengan sesekali
memberikan contoh. tapi tetap saja, ketika melaju dan melihat ada kendaraan
lain terlebih di perempatan itu kekhawatiran dan keraguan menyatu sehingga
dengan refleks ujaran itu kembali terulang “A, ada mobil..!”
“atuh teh, ualah A ada mobil,
A ada mobil, ku teteh di perhatiken kudu kumaha-kudu kumahana, kan teteh tos
terang, berarti tinggal teteh praktek, oh harus injak ini, oh harus kumaha yeuh.....”
kurang lebih seperti itu jawabannya. Maksudnya, adikku itu ingin aku tidak
bergantung terus-terusan pada intruksinya, tapi aku harus dengan kekreatifan diri
sendiri ketika menghadapi situasi-situasi tertentu ketika mengendarai.
Menurutku itu jawaban cerdas. Sempat beberapa menit aku terdiam, bukan karna
aku tak terima dengan ujaran adikku, justru aku sangat setuju dan mencoba
berpikir lebih jauh, bukan hanya tentang saat itu (saat diamana aku belajar
mengendarai) tapi mencoba mengaitkan perkataan adik tadi ke aspek yang lain,
yang justru lebih besar dari hanya sekedar mengendarai mobil, aspek itu adalah
kehidupan.
Dalam hidup sendiri, aku tak
jarang bergantung atau mengandalkan orang lain. Padahal hidup tentu perlu
mengandalkan diri sendiri karna hidup yang dijalani oleh diri adalah bukan
hidup yang dimiliki orang lain, tapi milik diri sendiri. Sehingga kebertahanan
dan kekreatifan menjalani hidup adalah tanggungjawab sendiri. Pernah aku dapat nasehat dari guruku di
kampung kemenangan, begini:
“Siapakah yang dapat merubah hidup kalau bukan dirimu sendiri. Dan siapakah yang akan bertanggungjawab atas kehinaanmu dan kemuliaanmu, kalau bukan dirimu sendiri. Dan siapakah yang merasakan kebahagiaan serta kedamaian, kalau bukan dari usahamu... perjuanganmu... serta jerih payahmu sendiri.
Maka dengan demikian berbuatlah! Dan berjuanglah, dan hadapilah cita-cita hidupmu dengan segenap daya dan kemampuanmu. Dan bertakwalah kepada Allah!
Manusia tidak akan hina lantaran dihina orang, dan tidak akan mulia lantaran dipuja orang. Manusia akan hina lantaran amalnya yang hina, dan akan mulia lantaran amalnya yang mulia, FATTAQULLAH!!!”
tulisannya hanya tiga paragraf
tapi bagiku tulisan ini menyampaikan pesan lebih dari tiga paragraf.
Hatur nuhun A, bagi teteh
sendiri sore itu Aa gak hanya ngajarin Teteh cara ngendarai mobil, tapi lebih
dari itu, Aa ngajarin teteh satu hal yang amat berarti pun juga ngingetin teteh
untuk akhirnya ingat pada petuah sang guru di kampung kemenangan. J
x